Oleh JMA DR.Ir. I Ketut Puspa Adnyana, MTP
“Om swastyastu. Sembah sujud kepada Hyang Maha Tahu. Kepada Para Leluhur, Batara-Betari dan Pandita Agung. Mohon tuntnan jalan yang terang menujuNya. Om Siddhirastu Atu Tat Astu Swaha”.
Sorang ibu berbuat apa saja untuk putra-putrinya, bahkan mengandungnya selama 9 bulan dan menjaganya dengan penuh kasih. Seorang ibu mencintai anaknya melebihi dirinya sendiri. Seorang Ibu rela tidak makan, untuk memberi makan kepada anak anaknya. Cinta kasih seorang ibu sepanjang jalan. Seorang ibu mencintai anaknya tanpa pernah berharap. Kasih Sayang seorang ibu tidak bertepi dan tak terbatas, melimpah dan tulus. Sulit memang menggabarkan makna Maitri dalam bahasa yang terbatas, gambaran maitri dengan kasih sayang seorang ibu tampaknya tepat. Matri diartikan sebagai perilaku bersahabat yang menyenangkan dan membuat orang lain bahagia. Bagaimana menggambarkan situasi ini, kecuali pada sosok seorang ibu? Kasih saya seorang ibu adalah gambaran utuh Maitri. Nyalakanlah Matri dalam diri dengan meneladani perilaku seorang ibu kepada anak anaknya, pesan orang bijak yang paham.
Maitrī (मैत्री) berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti “kasih sayang yang melimpah” atau “persahabatan”. Maitri juga diartikan mitra, bukan saja kepada manusia tetapi juga kepada ciptaannya yang lain. Matri bagian dari Catur Paramitha, yaitu: Matri, Karuna, Mudita dan Upeksa. Untuk memahami dengan baik konsepsi Maitri seseorang harus pula mengerti konsepsi Ahimsa (tanpa kekerasan), Satya (kepercayaan, kesetiaan), Asteya (tidak mencuri), dan Ksanthi (kedamaian). Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Adyaya 8. Sukta 120, disebutkan:
लोभात् सहस्रं दण्ड्यस्तु मोहात् पूर्वं तु साहसम् ।
भयाद् द्वौ मध्यमौ दण्डौ मैत्रात् पूर्वं चतुर्गुणम् ॥ १२० ॥
lobhāt sahasraṃ daṇḍyastu mohāt pūrvaṃ tu sāhasam |
bhayād dvau madhyamau daṇḍau maitrāt pūrvaṃ caturguṇam
Artinya:
“Jika karena keserakahan, dia harus didenda seribu; jika karena rasa malu, diberi kenaikan pada nilai terendah; jika karena rasa takut, diberikankan nilai satu yang terbesar; jika melalui persahabatan (MAITRI), empat kali yang pertama”.
Bahwa setiap tindakan akan mendapatkan hasil dari tindakan tersebut. Hasil dari karma berasal dari tindakan yang dilakukan. Tindakan yang baik akan melahirkan hasil yang baik dan mendapatkan ganjaran yang baik juga.
Dijelaskan pada sukta 120 dari 4 latar belakang perbuatan tersebut, maitri menghasilkan nilai yang terbesar. Kasih sayang yang diwujudkan dalam persahabatan merupakan laku yang utama dan tidak terbatas.
Seseorang yang telah mencapai maitri kesadarannya lahir dari pemahaman konsepsi ahimsa, tidak melakukan kekerasan dan berlaku bijaksana. Kelemah lembutan adalah sikap yang menjadi dambaan setiap orang dalam masyarakat yang pada akhirnya mendatangkan rasa damai dan gembira. Kejujuran dan kepercayaan melandasi sikap seorang yang memahami matri sebagai landasan perilkau karena paham atas ajaran satya. Kesadaran ini lahir dari dalam diri seseorang karena mulai menyadari keberadaannya bukan sekedar bersifat fisik tetapi juga batiniah (mulai menyadari kehadiran Tuhan).
Persahabatan (maitri) yang dilandasi kesimbangan laku lahir dan laku batin (prawrthi/nirwrthi, parawidya/aparawidya) menumbuhkan rasa gembira, bahagia yang tidak terbatas, seperti kasih sayang seorang ibu yang sangat senang melihat anak anaknya sehat dan bertumbuh. Rasa kasih sayang kepada seluruh ciptaanNya mencerminkan kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam kehidupan. Berbeda dengan Cinta level 1 (kama) dan level 2 (Shringara), masih didominasi oleh hal hal yang bersifat badani atau kepuasan material (hedonis-materialistis).
CIRI CIRI MAITRI:
Kelemahlembutan, bijaksana, membangun persahabtan sebagai laku seseorang akan nampak dalam setiap perilakunya dalam kehidupan bermasyakat, yang menjadi perhatian setiap orang. Ciri ciri sikap maitri, yaitu:
1. Bersikap lemah lembut;
2. Sopan, jujur dan bersahaya;
3. Suka berteman atau bersahabat dengan sesama dan alam semesta;
4. Senang mencari teman bergaul;
5. Bisa menempatkan diri;
6. Menunjukkan sikap ramah-tamah;
7. Perilakunya bijaksana dan menarik hati;
8. Tindakannya menyenangkan orang lain secara pribadi; dan
9. Ringan tangan dan suka membantu.
RENUNGAN
Seorang anak atau siapa saja dengan sikap dan prilaku matri yang telah menjadi dasar prilakunya tidak akan menjadi sumber masalah. Karena sikapnya yang tidak akan menyakiti perasaan seseorang yang bergaul dengannya. Kasih sayang yang tulus bukan saja kepada sesama tetapi juga pada alam semesta. Orang orang yang telah memiliki sikap maitri tentu saja sangat paham tentang Panca Sradha, Trikaya Parisudha, Tri Hita Karana, rintangan hidup (sapta timira, sad atatyi), dan lainnya yang menyenangkan lingkungannya. Orang orang yang telah menunjukkan sikap maitri menjadi roll model dan teladan dalam pergaulan sosial dan kemasyarakatan. Ia telah menyadari sifat kemuliaan Tuhan yang berstana di dalam dirinya.
Berbahagilah orang tua yang memiliki putra putri yang mampu menunjukkan sikap dan prilaku maitri dalam hidupnya. Masyarakt akan menjadi damai dan sejahtera dalam kegembiraan sepanjang masa. Setiap orang, dengan demikian, harus berupaya secara pribadi menerapkan maitri dalam hidupnya.
Setiap orang harus bertanggungjawab dan mendorong orang lain untuk meneladani sikap maitri. Sepertinya, bila setiap orang mamahami ini dan melaksanakannya, konversi tidak akan dikenal dalam pergaulan kehidupan masyarakat Hindu. Rahayu (*).