Desa Adat Serangan Minta Proyek FSRU LNG Digeser, Jauhkan dari Mulut Pelabuhan, Tak Ganggu Jalur Kapal dan Kawasan Suci Laut
Admin - atnews
2025-11-06
Bagikan :
Prajuru Desa Adat Serangan I Wayan Patut (ist/Atnews)
Denpasar (Atnews) – Desa Adat Serangan tetap meminta rencana pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Terminal Liquified Natural Gas (LNG) di perairan selatan Bali agar digeser menjauh dari mulut pelabuhan Serangan.
Prajuru Desa Adat Serangan I Wayan Patut menegaskan tidak menolak energi bersih tetapi letaknya itu agar menjauh, sebagaimana saran Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) agar rencana proyek LNG di perairan Serangan diundur 3,5 km dari pantai Serangan. Maka perhitungan di perairan Serangan bukan dari tempat lain.
Wayan Patut menyampaikan, laut di sekitar Serangan bukan sekadar ruang ekonomi, tetapi juga ruang suci bagi masyarakat adat. Karena itu, permintaan utama warga adalah agar titik proyek digeser sekitar 1,3 hingga 1,5 kilometer ke arah timur laut dari posisi awal yang dianggap terlalu dekat dengan kawasan suci dan jalur kapal nelayan.
“Kalau tetap di titik awal, risikonya besar. Kami minta digeser agar tidak mengganggu pelabuhan, tidak pula mengusik wilayah suci kami,” ujar Wayan Patut di Denpasar, Selasa (4/11/2025).
Dengan usulan pergeseran ini, jarak total Terminal LNG dari pantai Serangan menjadi sekitar 4,8 kilometer. Menurut Wayan Patut, lokasi tersebut lebih aman dan memberi ruang gerak bagi aktivitas pelayaran, wisata bahari, maupun nelayan tradisional.
Ia menegaskan, masyarakat Serangan tidak anti terhadap pembangunan maupun investasi energi bersih. “Kami bukan menolak pembangunan, tapi kami ingin agar semua berjalan sesuai koridor adat dan keseimbangan alam,” ujarnya menambahkan.
Warga Serangan sebelumnya menyampaikan penolakan terhadap rencana pembangunan Terminal LNG yang disebut berjarak hanya 3,5 kilometer dari pantai Sidakarya. “Padahal dalam dokumen lama disebutkan jarak 3,5 kilometer itu diukur dari pantai Serangan, bukan dari Sidakarya,” katanya.
Prajuru desa juga menegaskan, laut Serangan telah dijaga dan disucikan secara turun-temurun. Setiap hari warga melakukan ritual dan canang untuk keselamatan laut. “Itu sebabnya kami berkewajiban ikut menyelamatkan investasi juga, supaya tidak menimbulkan masalah ke depan,” ujarnya.
Selain faktor spiritual, aspek sosial-ekonomi juga menjadi perhatian. Kawasan Serangan merupakan wilayah tangkapan ikan dasar bagi nelayan lokal. “Kalau sudah ada kapal besar di sekitar situ, nelayan tidak punya ruang lagi untuk mencari ikan,” ujar Wayan Patut.
Ia berharap, pemerintah dan pemrakarsa proyek dapat mendengar aspirasi masyarakat. “Kami mendukung energi bersih untuk Bali, asal dilaksanakan dengan bijaksana dan tidak menyingkirkan kehidupan masyarakat adat,” tutupnya. (GAB/001)