Oleh Jro Gde Sudibya
Dana bansos ke Desa Pakraman dengan muatan politik tinggi telah menggerus kemandirian Desa Pakraman yang menjadi ciri dasar Desa Pakraman lebih dari 1,000 tahun dalam perjalanan sejarah panjang keberadaannya. Kemandirian menjadi satu kata kunci agar Desa Pakraman relatif steril dari prilaku politik praktis. Bali punya sejarah tentang prilaku politik yang pada akhirnya merugikan masyarakat.
Ketergantungan terhadap dana bansos tanpa mekanisme pengawasan yang jelas, telah melahirkan prilaku masyarakat yang tergantung -depend society- bahkan bisa mengarah ke prilaku "mengemis" yang sangat bertentangan dengan nilai kemandirian Desa Pakraman.
Kemandirian Desa Pakraman berelasi dengan sistem nilai kehidupan: harga diri, kebanggaan diri, ethos kerja, kejujuran, kebanggaan untuk memberi dan bahkan ke nilai kesucian diri dan kesucian kehidupan.
Peradaban Bali dan Kebudayaan Bali berpijak dan berbasis kepada sistem nilai tsb. Sistem nilai yang melahirkan ethos kerja "Jengah" keberanian dan kemampuan bersaing. "Taksu", proses belajar dan kerja berkepanjangan dengan hasil terbaik yang kemudian menjadi karya-karya besar kehidupan. Ethos kerja yang jauh dari ketergantungan, "menengadahkan"tangan apalagi prilaku "mengemis". Pergeseran prilaku yang mesti diwaspadai oleh krama Bali.
Dana negara untuk peningkatan kesejahteraan krama Desa sangat diperlukan, tugas pemerintah untuk melakukannya sesuai amanat konstitusi. Berbasis teknokrasi birokrasi yang andal, manajemen pembangunan yang transparan, dengan mekanisme pengawasan yang jelas, tidak mesti "cawe-cawe" terhadap kemandirian Desa Pakraman yang merupakan ciri dasariahnya (baca "harga hidup Desa Pakraman).
*) Jro Gde Sudibya, intelektual Bali, penulis buku: Agama Hindu dan Kebudayaan Bali.