Denpasar (Atnews) - Pengamat Kebijakan Publik A A Gede Agung Aryawan, ST yang akrab dipanggil Gung De yang juga mantan Kepala Pelanggan BLU-PAL Bali menyoroti permasalahan sampah di Kota Denpasar khususnya dan Bali secara umum menjadi semakin krodit dan komplek.
Hal itu terjadi akibat kesalahan fatal dari Awal ketika banyaknya Investor datang ke Bali saat Tahun 1993 banyak wisatawan kena Kolera di Bali.
Oleh Pemerintah Jepang kala itu banyak membuat Proyek di Bali antara lain IPAL DSDP untuk pengolahan air limbah WC, Proyek TPS 3R dengan keranjang Takakura untuk pemilihan sampah menjadi kompos dan peningkatan TPA Suwung yang saat itu masih belum isi Geomembran serta IPAL pengolahan air Lindi.
"Proyek tersebut semua dikerjakan oleh Kontraktor Jepang yang JO dengan BUMN dimulai tahun 2003 setelah Bom Bali 1," ujar Gung De yang puluhan tahun bergelut dengan masalah edukasi sampah dan sanitasi di Denpasar, Sabtu (4/11).
Sementara itu, himbauan Pj Gubernur Bali SM Mahendra Jaya terkait masyarakat harus memilah sampah adalah sebuah himbauan yang baik.
Namun, mestinya lebih baik lagi Pj Gubernur memerintahkan kepada Seluruh Kantor Dinas, Kantor Satker, Kantor Walikota, Camat, Lurah termasuk Rumah jabatan dan pribadinya untuk memilah sampah mengurangi residu yang terbuang ke TPA Suwung atau TPST.
Apalagi masa kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster secara resmi melaunching Keputusan Gubernur Nomor 381/03-P/HK/2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat pada, Jumat (Sukra Kliwon Sungsang) tanggal 9 April 2021 di Wantilan Desa Adat Taro, Gianyar.
Bahkan dikeluarkan pula Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
Untuk itu, kantor Pemerintah harus melakukan contoh awal, karena masyarakat paling sering ketempat pemerintahan mengurus surat atau ijin lainnya. Mereka akan melihat langsung cara pengolahan sampah dengan memilah yang sangat bermanfaat sehingga di contoh.
Kemudian sekolah di edukasi kepada siswa. Siswa masih bisa dipaksa dengan sanksi tertentu untuk mendidiknya. Permasalahan sampah itu bukan hanya sepele pada masalah alat canggih, akan tetapi merubah pola hidup masyarakat dalam melihat sampah itu.
"Contoh saat kami dengan SK Gubernur Mangku Pastika jadi Kepala Pelanggan BLU-PAL Bali mengelola jaringan limbah DSDP yang sana sini meluap karena sampah dimasukan ke dalam Jaringan pipa termasuk air hujan di musim banjir. Tiap menit di komplain masyarakat awal mulai berjalan tahun 2008, tapi kami tetap jelaskan dengan sejelas-jelasnya kemasyarakat memakai alat peraga sticker, leaflet dan bufleat. Arisan Banjar kami datangi langsung, gotong royong Banjar, sekolah sekolah kami undang ke IPAL dari SD, SMP sampai SMA silih berganti," paparnya.
Hujatan cibiran masyarakat yang komplain sudah biasa pihaknya hadapi hampir 5 tahun lebih, faktanya sekarang kan itu berjalan dengan baik.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Bali, SM Mahendra Jaya memberikan deadline Bali CMPP selaku pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kesiman Kertalangu, Kota Denpasar untuk menyelesaikan komitmen menyelesaikan permasalahan sampah di Kota Denpasar sebelum akhir tahun 2023. “ Sudah jalan satu tahun lebih tapi tidak selesai juga. Jadi tolong tunjukkan komitmen perjanjian awalnya. Kalau tidak ya pasti ada konsekuensi untuk itu,” tegas Mahendra Jaya saat menyambangi TPST Kesiman kertalangu pada Jumat (3/11) pagi.
Mahendra mengatakan, jika Ketiga TPST di Denpasar (TPST Kesiman Kertalangu, TPST Padang Sambian, TPST Tahura) dapat beroperasi secara penuh dengan total kapasitas 1.020 ton maka permasalahan sampah di Kota Denpasar seharusnya sudah teratasi dan tidak lagi ada pengiriman sampah ke TPA Suwung. Namun faktanya TPST Kesiman yang ditargetkan bisa mengolah 450 ton sampah per hari saat ini hanya di kisaran 80 ton. “ Jangan diberi janji terus, kasihan ini pemkot Denpasar pontang panting dan terus terang Pemprov Bali juga merasa tidak nyaman dengan kondisi ini,” kata Pj Gubernur.
Terbakarnya TPA Suwung dan sejumlah TPA lain di Bali menurut Mahendra harus jadi pembelajaran bagaimana mengelola sampah dan tidak bergantung pada TPA sebagai lokasi penampungan terakhir. “ Jadi bagaimana kita bangun ekosistem pengelolaan sampah yang baik di Denpasar ini. Orang datang ke Bali ‘kan ingin lihat yang indah, yang bersih bukan malah sampah yang menumpuk,” katanya lagi.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Wakil Wali Kota Denpasar Kadek Agus Arya Wibawa mengamini bahwa jika ketiga TPST di Denpasar bisa berjalan optimal sebenarnya masalah sampah di Denpasar sudah bisa teratasi. Pihaknya pun sudah memberikan toleransi kepada pengelola untuk mendapatkan perpanjangan waktu guna mencapai komitmen yang telah disepakati. “ Hanya memang proses pengolahan sampah di TPST Kesiman Kertalangu menimbulkan dampak bau yang dikeluhkan masyarakat dan kita dukung dengan pembuatan Instalasi Pengolahan Bau,” tandas Wawali.
Kadek Agus juga setuju dengan arahan Pj Gubernur untuk memastikan berjalannya komitmen pihak ketiga maksimal di akhir tahun 2023 agar ketiga TPST tersebut bisa berjalan maksimal.
“ Jika tidak kami sedang siapkan bagaimana konsekuensinya kepada pihak ketiga bersama tim Biro Hukum,” ungkapnya.
Seperti diketahui, TPST Kertalangu dan dua TPST lain, yakni TPST Padang Sambian di Denpasar Barat dan TPST Tahura Ngurah Rai, Pedungan di Denpasar Selatan yang dibangun jelang gelaran KTT G20 diproyeksikan untuk menyelesaikan permasalahan sampah di Denpasar dan upaya menutup permanen TPA Suwung.
TPST ini berdasarkan perjanjiannya adalah untuk Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang). TPST Kertalangu diproyeksikan dapat mengolah sampah 450 ton/hari, ini sudah siap. TPST Tahura 450 ton/hari, dan TPST Padang Sambian 120 ton/hari. (Z/ART/001)