Oleh Jro Gde Sudibya
Hari ini, Senin, 4 Maret 2024, raina Macekan Agung piodalan ring Pura Dasar Bhuwana Gelgel. Pura peninggalan dan ekspresi peradaban besar Bali (terakhir), peradaban Gelgel dengan raja utama nan kesohor Ida Dalem Waturenggong.
Raja yang "pesengannya" lebar, berganti menjadi "raja yang selalu pergi ke Batur di mana ada Batu Bergerak" pemuja Tuhan Wisnu -Ida Dalem Waturenggong-.
Piodalan hari ini, di Pura Dasar Bhuwana Gelgel, sebagai bahan refleksi: kesejarahan, kepemimpinan dan sistem makna, dapat diurai-jelaskan secara sederhana sbb.: pertama, kepemimpinan visioner, kecerdasan dan viveka sang raja, telah menyelamatkan Bali, dari keruntuhan lanjutan pasca jatuhnya Majapahit. Ida Dalem Waturenggong, "pengukir" sejarah Bali, Bali yang sekarang Kita kenal.
Kedua, visi tentang persatuan, sebut saja yang tergambarkan dalam bangunan tiga meru: Meru Tumpang 3, Meru Tumpang 9 dan Meru Tumpang 11. Bukanlah sebuah kebetulan, pemedek yang "mebhakti" ring Meru Tumpang 3 "memunggungi" pemedek ring meru Tumpang 9 dan 11.Spiritualitas mendapat tempat terhormat dalam laku kepemimpinan sang raja.
Ketiga, kepemimpinan Ida Dalem merupakan sinergi antara spiritualitas dan tindakan, dalam wujud nyata, merawat: kredibilitas, persatuan dan berempati pada rakyat.
Kepemimpinan pasca kejatuhan Gelgel, dalam bahasa sekarang terjadi "kanibalisasi", perpecahan internal di Bali menjadi kerajaan-kerajaan kecil, yang tidak pernah berhenti berperang satu sama lain.
Peperangan yang sia-sia. Kepemimpinan Ida Dalem melampaui zamannya. Sangat relevan dewasa ini, di tengah "kemarau panjang" kepemimpinan yang tidak berkualitas.
*) Jro Gde Sudibya, intelektual Hindu, penulis buku agama Hindu dan Kebudayaan Bali.