Banner Bawah

Carut Marut Pengelolaan Sampah di Bali

Admin - atnews

2025-02-18
Bagikan :
Dokumentasi dari - Carut Marut Pengelolaan Sampah di Bali
Prof. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama (ist/Atnews)


Oleh: Prof. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA., CIRR., Dosen dan Rektor Universitas Dhyana Pura

Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Mewujudkan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan di Bali: Identifikasi Potensi, Tantangan, dan Solusi Inovatif" yang dilaksanakan pada 13 Februari 2025 mengungkapkan bahwa Bali kini berada dalam kondisi darurat sampah. 

Acara yang difasilitasi oleh Universitas Dhyana Pura bekerja sama dengan Indonesian Institute for Energy Economics (IIEE) ini melibatkan berbagai narasumber dan stakeholder, mulai dari pemerintah daerah, akademisi, organisasi masyarakat sipil, hingga tokoh masyarakat. Dalam diskusi tersebut, terungkap bahwa timbulan sampah di Bali mencapai 1,2 juta ton pada tahun 2024, dengan Denpasar sebagai penyumbang terbesar dengan estimasi sekitar 360 ribu ton. 

Kebijakan pembatasan plastik sekali pakai dan larangan penggunaan air minum dalam kemasan plastik yang mulai berlaku pada Februari 2025 menjadi langkah awal untuk mengatasi masalah ini. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama terkait kapasitas tempat pemrosesan akhir (TPA) yang sudah penuh dan dampak lingkungan dari sampah yang tidak terkelola dengan baik.

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan sampah masih menjadi tantangan utama. Meski regulasi telah diterapkan, perilaku konsumsi plastik sekali pakai masih sulit diubah tanpa adanya edukasi dan penegakan hukum yang lebih tegas. 

Krisis ini semakin rumit karena adanya kepentingan sirkular ekonomi dalam rantai manajemen sampah yang sering kali menghambat implementasi solusi berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, masyarakat adat, sektor swasta, dan komunitas lokal untuk menciptakan pengelolaan sampah yang lebih efektif dan berkelanjutan. Jika tidak segera ditangani secara serius, Bali berisiko kehilangan daya tariknya sebagai destinasi wisata dunia akibat tumpukan limbah yang terus meningkat.

Para narasumber seperti Prof. Dr. I Made Sudarma dari Universitas Udayana dan Dr. Rahmadi Prasetyo dari Universitas Dhyana Pura menekankan pentingnya solusi berkelanjutan melalui sinergi multi-pihak. Mitigasi dampak sampah terhadap lingkungan juga menjadi sorotan utama, terutama di TPA yang sering kali menjadi sumber pencemaran udara dan air. Agus Nugroho Santoso dari PT Sumber Organik berbagi pengalaman tentang pengelolaan sampah berkelanjutan di TPA Benowo sebagai model yang dapat diterapkan di Bali. 

Selain itu, fenomena sampah kiriman di pesisir Bali selama musim angin barat juga semakin memperburuk situasi, dengan estimasi mencapai 6.000-ton pada tahun 2024-2025.
Krisis pengelolaan sampah di Bali semakin mendesak dan kompleks, terutama karena adanya kepentingan sirkular ekonomi yang menghambat solusi yang efektif. Meskipun regulasi telah diperkenalkan, seperti Pergub Bali No. 97 Tahun 2018 yang membatasi penggunaan plastik sekali pakai dan Pergub No. 47 Tahun 2019 yang mengatur penyelesaian sampah berbasis sumber, implementasinya masih jauh dari harapan.

Kondisi Terkini Pengelolaan Sampah di Bali: (1) Volume Sampah: Data terbaru menunjukkan bahwa timbulan sampah di Bali mencapai estimasi sekitar 1,2 juta ton pada tahun 2024, dengan Kota Denpasar sebagai penyumbang terbesar sekitar 360 ribu ton. Sebagian besar sampah ini adalah organik, mencapai 68,32% dari total timbulan. (2) Tantangan Infrastruktur: Tempat Penampungan Akhir (TPA) Suwung telah mencapai kapasitas penuh, dan protes dari masyarakat terhadap lokasi pembuangan sampah semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur pengelolaan sampah tidak mampu mengimbangi pertumbuhan volume sampah yang terus meningkat. (3) Kepentingan Sirkular Ekonomi: Manajemen sampah di Bali sangat sulit diselesaikan karena adanya kepentingan sirkular ekonomi yang beragam dalam rantai manajemen sampah. Pendekatan holistik diperlukan untuk mengintegrasikan semua pemangku kepentingan dari pemerintah hingga masyarakat dan industri dalam mengurangi dan mengelola sampah. (4) Kesadaran Masyarakat: Meskipun ada upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah, masih banyak tantangan dalam mengubah perilaku konsumsi yang bergantung pada plastik sekali pakai. Ini menunjukkan bahwa tanpa partisipasi aktif dari masyarakat, peraturan yang ada hanya akan menjadi tulisan di atas kertas. (5) Pendekatan Ekonomi Sirkular: Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya perubahan paradigma menuju ekonomi sirkular yang berkelanjutan. Ini mencakup penegakan hukum yang lebih ketat, pembangunan infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai, serta insentif bagi industri yang berkontribusi pada pengurangan sampah.

Bali berada dalam situasi darurat terkait pengelolaan sampah, dan untuk mencapai target pengelolaan 100% pada tahun 2045, semua pihak harus terlibat secara aktif. Langkah-langkah konkret harus diambil untuk memastikan bahwa regulasi diterapkan dengan efektif dan kesadaran masyarakat ditingkatkan. Tanpa tindakan tegas dan kolaboratif, Bali berisiko kehilangan daya tariknya sebagai destinasi wisata karena masalah limbah yang terus memburuk.
Masalah pengelolaan sampah di Bali, khususnya di wilayah SarBaGiTa (Denpasar, Gianyar, Badung, dan Tabanan), telah mencapai tahap darurat dan memerlukan langkah strategis yang terintegrasi.

Pemerintah Provinsi Bali bersama pemerintah daerah perlu segera meningkatkan infrastruktur pengelolaan sampah dengan membangun lebih banyak TPS3R dan TPST serta memastikan fasilitas tersebut berfungsi optimal. Edukasi masyarakat harus diperkuat melalui kampanye intensif untuk mendorong pemilahan sampah di sumbernya dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Sinergi multi-pihak antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas lokal juga penting untuk mendukung inovasi teknologi pengolahan sampah dan program daur ulang. Selain itu, regulasi yang sudah ada harus ditegakkan dengan ketat melalui pengawasan dan sanksi bagi pelanggar. Dengan langkah-langkah ini, Bali dapat menjaga lingkungan sekaligus memastikan keberlanjutan sektor pariwisatanya yang menjadi tulang punggung ekonomi pulau ini (IGBRU).(*)
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : Panglima TNI : Pesantren Berperan Perkuat Persatuan dan Kesatuan

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

ADVERTISING JAGIR
Official Youtube Channel

#Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

ADVERTISING JAGIR Official Youtube Channel #Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

Desa Wisata Pemuteran, Mengenang Sang Perintis AA Prana (alm) Seorang Social Entrepreuner

Desa Wisata Pemuteran, Mengenang Sang Perintis AA Prana (alm) Seorang Social Entrepreuner

Kenapa Umat Hindu Etnis Indonesia Tak Merayakan Diwali?

Kenapa Umat Hindu Etnis Indonesia Tak Merayakan Diwali?

Festival Bahari di Laut Bondalem, Keren dan Menyejarah

Festival Bahari di Laut Bondalem, Keren dan Menyejarah