ProKon Tagar #KaburAjaDulu: Kesenjangan antara Harapan, Fakta, dan Idealisme
Admin - atnews
2025-02-20
Bagikan :
Prof. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA., CIRR., (ist/Atnews)
Oleh Prof. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA., CIRR., Dosen dan Rektor Universitas Dhyana Pura, Bali.
Tagar #KaburAjaDulu tidak dapat dikaitkan dengan nasionalisme karena lebih mencerminkan ekspresi kekecewaan generasi muda terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia daripada sikap antipati terhadap negara. Fenomena ini muncul sebagai kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap gagal mengatasi masalah seperti korupsi, ketidakadilan sosial, dan rendahnya lapangan kerja, dan bukan penolakan terhadap identitas nasional.
Pada sisi lain, migrasi untuk mencari peluang lebih baik adalah isu global yang juga terjadi di negara lain, di mana individu yang bekerja atau belajar di luar negeri tetap dapat memberikan kontribusi signifikan kepada negara asal mereka. Tagar ini seharusnya menjadi refleksi bagi pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan pro-rakyat, sehingga generasi muda dapat berkontribusi bagi bangsa tanpa harus meninggalkan tanah air.
Tagar #KaburAjaDulu telah menjadi fenomena viral di media sosial Indonesia, mencerminkan kekecewaan generasi muda terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik di negara tersebut. Tagar ini digunakan oleh banyak pengguna media sosial untuk mengekspresikan keinginan mereka mencari peluang yang lebih baik di luar negeri, seperti bekerja, melanjutkan pendidikan, atau memulai usaha. Hal ini muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan yang mendalam terhadap berbagai masalah, termasuk kesenjangan sosial, rendahnya gaji, dan kurangnya lapangan kerja yang layak bagi lulusan pendidikan tinggi.
Faktor yang memicu trendingnya Tagar #KaburAjaDulu adalah Kondisi Ekonomi yang ditandai oleh Banyak kaum muda merasa bahwa biaya hidup dan gaji di Indonesia tidak sebanding dengan kebutuhan sehari-hari. Mereka menganggap bahwa talenta mereka lebih dihargai di luar negeri. Kesenjangan Sosial yang ditandai oleh Kesenjangan dalam akses pendidikan dan kesempatan kerja semakin memperkuat keinginan untuk "kabur" ke negara lain. Ketidakpastian Politik yang ditandai oleh Ketidakpastian dalam kebijakan pemerintah dan situasi hukum juga menjadi alasan bagi banyak orang untuk mencari kehidupan yang lebih stabil di luar negeri.
Beragam reaksi terhadap tagar ini bervariasi. Sementara banyak yang mendukung, ada juga suara kontra yang menekankan pentingnya tetap tinggal di Indonesia karena kenyamanan hidup dan hubungan keluarga. Beberapa warganet berpendapat bahwa meskipun ada tantangan, tetap tinggal di tanah air memiliki kelebihan tersendiri.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa bekerja di luar negeri adalah hak setiap warga negara. Namun, mereka juga menekankan pentingnya melakukan hal tersebut melalui jalur yang legal dan benar. Menteri Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa tagar ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang layak. Kalau kita maknai secara sosiologis, tagar #KaburAjaDulu menjadi simbol dari keresahan generasi muda Indonesia yang mencari solusi atas masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Pada sisi lainnya, Pendidikan tinggi merupakan salah satu pilar utama dalam membangun fondasi sebuah bangsa. Di Indonesia, pendidikan tinggi tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, tetapi juga berperan penting dalam menciptakan inovasi yang dapat menjawab tantangan sosial, ekonomi, dan teknologi. Meskipun terdapat lebih dari 5.000 perguruan tinggi di Indonesia kontras beda dengan Negara China dan hanya sedikit yang diakui secara internasional, dengan hanya 20 universitas yang masuk dalam pemeringkatan dunia.
Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk mencapai standar pendidikan global. Pendidikan tinggi berkontribusi dalam pengembangan individu melalui pengetahuan dan keterampilan yang relevan, serta mendorong inovasi dan kreativitas yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
Sepertinya Presiden telah merasakan kesenjangan ini, dan Tagar #KaburAjaDulu bukan sesuatu yang sederhana untuk dikomentari, dan sudah jelas dibalik tagar tersebut ada kesenjangan usia produktif, kesempatan kerja, kondisi ekonomi, kondisi demokrasi yang kurang bersesuaian. Perubahan kepemimpinan di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi dengan digantinya Prof. Satryo menjadi sorotan penting dan mungkin akan dapat menjadi pintu masuk pertama memecahkan masalah besar ini. Perubahan ini membuka peluang bagi kebijakan baru yang dapat memengaruhi arah pendidikan tinggi di Indonesia. Ada harapan bahwa kepemimpinan baru ini akan meningkatkan investasi dalam pendidikan tinggi, memperkuat kolaborasi antara perguruan tinggi dan sektor swasta, serta mengimplementasikan kurikulum merdeka yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat. Harapannya, peran pendidikan tinggi dalam menciptakan generasi muda yang kompeten dan siap menghadapi tantangan global menjadi semakin relevan.
Argumen Pronya bahwa pendidikan tinggi adalah kunci untuk kemajuan suatu bangsa. Dengan memberikan akses kepada individu untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, pendidikan tinggi berkontribusi pada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu, pendidikan tinggi juga mendorong inovasi dan penelitian yang dapat memecahkan berbagai masalah sosial dan ekonomi. Dalam konteks Indonesia, hal ini sangat penting mengingat tantangan yang dihadapi oleh negara ini dalam hal kesenjangan sosial dan kebutuhan akan tenaga kerja terampil. Jika ada yang menanggapi Tagar #KaburAjaDulu secara negative, mungkin ini menjadi signal ketidakpahaman dan mungkin dapat dimaknai sebagai sebuah kebodohan sosial.
Argumen Kontranya bahwa meskipun pendidikan tinggi memiliki peran penting, tidak semua individu memerlukan gelar sarjana untuk sukses. Banyak keterampilan praktis yang dapat diperoleh melalui pendidikan vokasi atau pelatihan langsung di lapangan. Selain itu, ada argumen bahwa terlalu banyak fokus pada pendidikan formal dapat mengabaikan pentingnya pengalaman praktis dan keterampilan interpersonal yang juga sangat dibutuhkan di dunia kerja. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan antara pendidikan tinggi dan alternatif pendidikan lainnya untuk memastikan bahwa semua individu memiliki kesempatan untuk berkembang. Jika ada yang menanggapi Tagar #KaburAjaDulu secara positif, mungkin ini menjadi signal kepahaman dan mungkin dapat dimaknai sebagai sebuah kecerdasan sosial bahwa daya saing bangsa semakin meningkat, namun belum diimbangi oleh kesempatan kerja yang memadai, dan praktik demokrasi yang perlu diselaraskan kepada hakekatnya.
Tagar #KaburAjaDulu bukanlah sekadar ungkapan frustrasi semata; ia mencerminkan keresahan generasi muda Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk mengambil langkah konkret guna menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan generasi muda di tanah air.
Tindakan Pemerintah dan Harapan Masa Depan: Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota perlu merespons fenomena tagar #KaburAjaDulu dengan serius dan proaktif. Langkah-langkah yang harus diambil termasuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan keterampilan yang relevan, menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang layak, serta memperbaiki akses informasi mengenai peluang kerja di dalam negeri.
Selain itu, pemerintah perlu membangun dialog terbuka dengan generasi muda untuk memahami aspirasi mereka dan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Semestinya, pemerintah dapat mengurangi keinginan generasi muda untuk mencari kehidupan di luar negeri dan mendorong mereka untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa, seperti Negara China yang memanggil pulang para peneliti hebatnya yang bertebaran di beberapa negara maju, dan buktinya dalam kurun watu kurang dari 10 tahun saja, mereka telah mampu melampaui kehebatan negara Adidaya seperti Amerika Serikat dan negara maju lainnya. (*).