Denpasar, 21/3 (Atnews) - Orang suci HH Mahavishnu Gosvami Maharaj kelahiran Inggris mengingatkan umat Gerakan Sankirtana.
“Dalam mengajarkan nama suci Tuhan dalam meningkatkan cinta bhakti yang murni kepada Sri Krishna,” kata Mahavishnu ketika perayaan Sri Gaura Purnima 2019 di Asrham Sri Sri Jaganath Gaurangga Denpasar.
Pengucapan nama suci agar terus diajarkan hingga pelosok pedesaan dalam membebaskan manusia dari kegelapan Kaliyuga.
Untuk itu, pihaknya mengajak umat membuat resolusi mengajarkan ajaran Sri Caitanya Mahaprabhu.
“Sri Caitanya khususnya mengajarkan proses rohani dalam bentuk pengucapan nama-nama suci Tuhan dan membagikan prasadam (makanan suci),” ujarnya.
Hal itu yang sudah diajarkan oleh AC Bhaktivedanta Svami Srila Prabupada yang kini berkembang ke seluruh belahan dunia.
Menurutnya, ajaran itu merupakan hadiah terindah bagi umat manusia untuk kembali kepada Tuhan.
Dijelaskan pula, Sri Caitanya Mahaprabhu dilahirkan di Mayapur di kota Nadia, Benggala, India pada waktu magrib tanggal 23 bulan Phalguna tahun 1407 Sakabda, atau tanggal 18 Februari 1486.
Pada saat Sri Caitanya dilahirkan, ada gerhana bulan. Sesuai dengan kebiasaan pada saat-saat seperti itu, para penduduk Nadia sedang mandi di sungai Bhagirati (Gangga) dengan mengucapkan “haribol” dengan suara keras-keras.
Ayah Sri Caitanya bernama Jagannatha Misra adalah seorang brahmana miskin yang mengikuti ajaran Veda.
Ibu Sri Caitanya bernama Sacidevi adalah wanita yang memiliki segala sifat yang baik.
Sri Caitanya berwajah sangat tampan, wajah dan anggota badannya berwarna kuning keemasan. Menurut Jabir (1997) pada masa itu, kota Navadvipa merupakan kota yang menjadi pusat belajar yang menyaingi kota Benares, kota yang menjadi pusat terbesar bagi para pengikut Adi Sankaracarya.
Kakek Sri Caitanya, Pandit Nilambara Cakravati, seorang ahli ilmu perbintangan yang terkenal, meramalkan bahwa Caitanya akan menjadi tokoh besar pada masanya.
Cahaya badannya yang keemasan membuat Caitanya dikenal pula sebagai Gauranga.
Dalam bahasa Sanskerta, “gaura” berarti emas, sedangkan “angga” artinya anggota badan. Dalam usia sepuluh tahun, Sri Caitanya telah menjadi seorang sarjana yang terpelajar dalam bidang logika, tata bahasa, ilmu berpidato, dan menguasai berbagai kitab suci.
Karena itulah Ia juga digelari sebagai Nimai Pandit. Disebut nimai karena beliau terlahir di bawah pohon nim (pohon nimbo). Kata pandit menunjukkan gelar bagi orang yang sangat terpelajar.
Semua sarjana terpelajar kota Nadia mengakui kehebatan Sri Caitanya, yang menjadi semakin termasyur setelah ia berhasil mengalahkan Kesava Misra dari Kasmir, seorang pandit besar pada masa itu, dalam debat yang dilakukan dihadapan orang banyak.
Pada saat berusia 14 atau 15 tahun, Sri Caitanya menikah dengan Laksmi devi, putra Vallabhacarya yang juga berasal dari Nadia.
Namun, tidak lama kemudian Laksmidevi meninggal dunia akibat gigitan ular berbisa. Atas permintaan ibunya, Sri Caitanya menikah lagi dengan Visnupriya, putri Raja Pandita Sanatana Misra.
Saat berusia 16 tahun, Sri Caitanya diterima sebagai murid oleh seorang guru kerohanian bernama Isvara Puri, seorang sanyasi Vaisnava.
Setelah pulang dari Nadia, Nimai Pandit mengajarkan prinsip-prinsip keagamaan, dan sifat kerohanian menjadi begitu kuat dalam Dirinya.
Tokoh-tokoh Vaisnava yang lebih tua menjadi heran melihat perubahan pada diri pemuda itu.
Sebelumnya Nimai Pandit tidak lebih dari seorang naiyayika yang suka berdebat, seorang smarta yang suka berargumentasi dan seorang ahli pidato yang suka mencela.
Sekarang Sri Caitanya hampir pingsan kalau beliau mendengar nama Krishna dan beliau bertindak seperti orang yang mempunyai semangat tinggi karena pengaruh perasaan rohani. (ART/ika)