Banner Bawah

Transformasi Pajak Bumi dan PBB menjadi PB

Artaya - atnews

2019-03-27
Bagikan :
Dokumentasi dari - Transformasi Pajak Bumi dan PBB menjadi PB
Wayan Windia

Oleh Wayan Windia
​Debat antar capres dan cawapres sudah tiga kali berlalu. Tetapi belum ada yang secara tegas menyinggung masalah petani, dan sektor pertanian yang sedang “sakit”.  Hal ini dapat dinilai dari NTP petani sawah yang di bawah 100, sumbangannya pada PDB yang terus menurun, jumlah sawah terus menurun, tapi orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian masih tinggi, lk 30%. Kerak kemiskinan kita, ada pada sektor pertanian. Tapi petani nyaris tidak bersuara. Karena mereka tidak ada kekuatan untuk bersuara. Mereka bersuara dalam diam. Nanti, kalau mereka sudah tidak tahan, mereka enggan bertani, dan tidak ada anak muda yang mau menjadi petani, dan tidak bahan makanan, entah apa yang akan terjadi.
​Sudah banyak yang diberikan pemerintah kepada petani. Tetapi kehidupannya nyaris tidak beranjak. Karena program-program pemerintah harus berhadapan dengan “kerak”. Prof. Mubyarto sering mengatakan bahwa harus ada program yang tidak-konvensional untuk mengatasi kerak kemiskinan. Patut dicatat bahwa, salah satu yang menyebabkan terjadinya “kerak” dalam kemiskinan petani adalah sistem Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencekik leher. Karena landasan pajak PBB adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Pajak PBB terus meningkat, tetapi pendapatan petani tidak terus meningkat. Sementara itu pelaksanaan UU tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB), ternyata sangat tidak efektif. UU itu sudah 10 tahun berlaku, tetapi sama sekali tidak ada manfaat. Pemerintah tampaknya terselubungi, hanya oleh syahwat politik.
Kebijakan untuk membuat lahan sawah berkelanjutan harus dilihat dari sisi petani. Sejatinya, petani adalah komunitas yang paling miskin di Indonesia. Naik-turunnya penduduk miskin di Indonesia sangat tergantung dari naik-turunnya tingkat kesejahteraan petani. Meskipun petani dalam kondisi yang sangat miskin, tetapi petani tetap harus menanggung beban yang berat. Mereka harus siap menjadi bamper inflasi. Apalagi komoditas beras, bahkan komoditas cabai-pun bisa mendorong inflasi. Awal tahun lalu harga cabai sempat melonjak, karena keberadaan cabai sangat langka di pasaran. Betapa repotnya pemerintah. Inflasi langsung meningkat. Cobalah dibayangkan. Tidak ada cabai saja di pasar, kita sudah sangat ribut. Apalagi kalau nanti ada saatnya tidak ada beras. Apakah yang akan terjadi? Kita masih ingat bahwa awal transisi dari Orla ke Orba adalah karena masalah beras. Harga beras yang terus membubung, dan inflasi mencapai 650%.
Petani dan pertanian tidak saja menyumbang dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial dan lingkungan. Pertanian adalah kawasan yang menyumbang oksigen yang sangat besar, menampung air yang berlebihan untuk mencegah banjir, mempersembahkan view yang romantik, dan sebagai kawasan yang menunjang kebudayaan. UNESCO mencatat kawasan subak sebagai warisan budaya dunia dengan topik pengakuan : Subak as manifestation of the Tri Hita Karana Philosophy.
Ketika kita mempersiapkan proposal untuk mengusulkan subak di Bali sebagai warisan budaya dunia, maka petani hanya meminta dua hal. Yakni jaminan agar petani mendapatkan air irigasi yang sepadan, dan dibebaskan dari pembayaran Pajak Bumi dan Bangnunan (PBB).  Masalah air irigasi dan pajak PBB menjadi momok bagi eksistensi petani.
UU NO. 12 TAHUN 1994
Saat ini, semakin marak terjadinya banjir, tanah longsor, dan tanah ambles. Oleh karenanya ruang terbuka hijau harus diberikan insentif. Ruang terbuka hijau (sawah) harus dibebaskan dari pembayaran pajak PBB. Dengan demikian petani akan merasa di wongke, pengeluarannya akan semakin bekurang secara drastis, petani tidak was-was kalau tidak mempunyai uang cash pada saat harus membayar pajak PBB, dan kemauan untuk menjual sawah akan berkurang drastis. Kalau pemerintah tidak ingin kehilangan pendapatan pajaknya, maka bisa saja pajak bangunan yang ditingkatkan. Oleh karenanya, UU No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) harus dirubah lagi menjadi Pajak Bangunan (PB).
Perubahan UU ini akan sangat membantu petani kita. Petani selalu mengalami tekanan psikologis kalau tidak mempunyai uang cash pada saat harus membayar pajak PBB. Mereka akan lari ke rentenir. Penelitian yang dilakukan Gentari (2017) menemukan bahwa 90% petani mengatakan pajak PBB itu sangat tinggi. Selanjutnya dicatat juga bahwa 56% petani menjual sawahnya, karena pajak PBB yang dirasakan mencekik. Disela-sela pembangunan infrastruktur yang membahana, jangan lupa memperhatikan kehidupan mikro petani kita. Petani kita turun rata-rata 1,75% per tahun dalam kurun waktu 2003-2013. Petani kita saat ini hanya tinggal 26,13 juta. Kalau jumlah petani semakin menurun, sawah dan air semakin berkurang, lalu tinggal-lah kita menunggu goncangan sosial yang mematikan. Tahun ini dilakukan program pembangunan SDM, tolong jangan lupa kepada kaum tani yang papa.  
*) Ketua Pusat Penelitian Subak, Universitas Udayana, Bali.
Banner Bawah

Baca Artikel Menarik Lainnya : TNI Akan Lakukan Operasi Psikologi dan Teritorial di Papua

Terpopuler

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Bali Kebanjiran Timbulkan Kerusakan dan Trauma, Apa Strategi Mitigasi Pasca Rekor Hujan Ekstrem 10 September?

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

Garuda Wisnu Kencana dan Perubahan Sosial di Bali

ADVERTISING JAGIR
Official Youtube Channel

#Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

ADVERTISING JAGIR Official Youtube Channel #Atnews #Jagir #SegerDumunTunas

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global

Gubernur Bali: Yayasan Kebaktian Proklamasi Harus Mampu Bangun Generasi Muda Bersaing Global

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

DPN PERADI SAI Mengangkat 64 Calon Advokat di Pengadilan Tinggi Denpasar, Diharapkan Advokat Baru Kuasi Teknologi

Danantara Dukung Pembanguan Waste to Energy di Bali, KMHDI Bali: Harus Lulus Uji Emisi

Danantara Dukung Pembanguan Waste to Energy di Bali, KMHDI Bali: Harus Lulus Uji Emisi