Oleh I Gede Ariyasa
Karangasem, 2/4 (Atnews) - Ketika merasa Amerika Serikat (AS) tertinggal dalam teknologi ruang angkasa dari Uni Siviet. Presiden AS J. F Kennedy pada tahun 1957, mengajukan pertanyaan: ”What’s wrong with American classroom?” Pertanyaan ini menukik pada bagaimana proses pendidikan yang berlangsung di ruang-ruang kelas AS. Pertanyaan yang sederhana ini akhirnya melahirkan serangkaian pembaharuan pendidikan dengan dukungan dana yang memadai. Tampaknya pertanyaan Kennedy ini bukan merupakan sesuatu yang tabu bila kita tujukan juga kepada ruang-ruang kelas yang notabene menjadi tangung jawab guru.
Problematika tunjangan profesi guru yang pada akhirnya membuat guru tunduk pada persyaratan administratif. Beban mengajar 24 jam tatap muka dengan kurang lebih 20 administrasi pembelajaran menjadi kewajiban yang harus dipersiapkan guru. Jika tidak demikian maka guru harus rela kehilangan tunjangan profesi mereka, yang besarnya satu kali gaji pokok setiap bulan. Banyak kajian dan telaahan yang dilakukan oleh akadmesi yang menyatakan ternyata tunjangan profesi guru tidak berkorelasi positif dengan kualitas pembelajaran. Jika demikian adanya. Ini sungguh fenomena yang sangat ironis.
Sebagai manusia sosial, sangat manusiawi ketika guru berusaha agar tunjangan profesi mereka tetap diterima. Mereka pun sebagai orang intelektual, akan berupaya sekuat tenaga memenuhi persyaratan administtaif yang dipersyaratkan. Akhirnya guru sangat disibukkan untuk melengkapi administrasi yang dimaksud. Tetapi ironis sekali, ternyata administrasi yang mereka buat justru tidak/jarang dipakai dalam pembelajaran di kelas. Jadi mereka membuat administrasi pembelajaran hanya untuk memenuhi syarat administratif saja. Artinya administrasi yang dibuat guru tidak menunjang proses belajar mereka di kelas, tetapi hanya sebatas untuk memenuhi persyaratan administratif.
Di benak guru akhirnya ada semacam memori, yang penting adminsitrasi lengkap. Berbagai hal yang menyangkut kualitas pembelajaran akhirnya dinomorduakan atau dikesamapingkan. Bagaimana strategi guru dalam pembelajaran di kelas, bagaimana agar siswa menjadi lebih aktif, bagaimana proses belajar bisa lebih ditingkatkan. Itu semua akhirnya tidak menjadi masalah yang mesti digarap oleh guru. Kreativitas guru dalam pembelajaran boleh dikatakan sangat timpang. Ini sungguh merupakan fenomena yang mesti dipikirkan oleh pemerintah dan pengambil kebijakan di bidang pendidikan. Tentu fenomena ini merupakan isyarat pencapaian mutu pendidikan yang kurang bagus.
Tidakkah ada jalan lain, agar di satu sisi guru memenuhi administrasi yang memang urgen diperlukan, di sisi lain hak-hak guru juga dapat terpenuhi? Kiranya hal ini sangat mungkin untuk ditindaklanjuti dan dicarikan penyelesaiannya. Kita bisa membandingkannya dengan kondisi di negara-negara lain, yang kiranya sudah maju. Ini mestinya menjadi prioritas utama, untuk dapat setidaknya meningkatkan kualitas pembelajaran di runag-ruang kelas kita. Hal inilah kiranya menjadi jawaban dari pertanyaan Presiden J.F Kennedey.
Sangat sering didengungkan untk menyederhanakan administrasi pembelajaran yang dibuat guru. Namun tampaknya hal ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Tampaknya mungkin kita masih punya memori (jika boleh disebutkan), kita masih senang melihat guru sulit, atau kita masih tidak rela jika guru lebih sejahtera. Di kalangan guru menyebutnya, tidak ikhlas memberi tunjangan profesi guru. Ini mungkin sifat kolonialisme yang masih tertanam kuat dimemeori para anak bangsa. Kita masih senang melihat orang menderita, dan tidak suka melihat orang sukses. Administrasi guru setiap saat berubah, dan bertambah. Akhirnya mereka tidak fokus pada pembelajaran di runag-ruang kelas mereka.
Jadi, langkah pertama yang mesti dilakukan adalah, para pengambil kebijakan pendidikan harus mempunyai komitmen yang kuat untuk membuat kebijkan yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di ruang-ruang kelas. Ini adalah tugas yang berat, karena menyangkut kualitas bangsa dan negara ke depan. Komitmen itu kemudian harus segera diwujudkan, sehingga guru dapat fokus meningkatkan kualitas pemebalajarn mereka di ruang kelas. Guru jangan lagi disibukkan dengan administrasi yang tidak menunjang peningkatan kualitas pembelajaran di ruang kelas. Administrasi guru mestinya fokus bagaimana rancangan pembelajaran di ruang kelas yang berkualitas.
Di samping itu kebijakan pendidikan mesti harus mendukung motivasi guru dalam meningkatkan kuliats pembelajarannya. Salah satu kebijakan yang mungkin harus dibenahi adalah kebijakan pengebangan profesi guru dan pengembang diri. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permeneg PAN &RB) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, selain kedua unsur utama lainnya, yakni: (i) pendidikan; dan (ii) pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan; Penilaian Kinerja Berkelanjutan (PKB) bagi guru adalah unsur utama yang kegiatannya juga diberikan angka kredit untuk pengembangan karir guru. Dalam Permenneg PAN & RB tersebut juga dijelaskan bahwa PKB mencakup tiga hal; yakni pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.
Maksud kebijakan ini mungkin agar guru lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajarannya. Namnun banyak fakta yang menjelaskan bahwa hal itu memberatkan dan menyulitkan guru dalam proses kenaikan pangkatnya. Hal ini ternyata banyak mendorong guru guru untuk melakukan kegiatan pengembangan profesi dan pengemban diri. Namun sayang sekali angka kredit yang meraka peroleh amatlah kecil. Belum lagi kebijakan Kabupaten yang berbeda-beda. Semua ini sungguh membuat guru-guru merasa pusing. Akhirnya banyak guru yang fokus melaksanakan kegiatan pengembangan diri dan profesi guru, dengan meningalkan ruang kelas mereka. Banyak pula guru yang tidak bida melakukan kegiatan itu akhirnya mengajar tidak focus.
Fenomena tersebut semuanya mesti dikembalikan pada hakikatnya, yaitu untuk menjawab pertanyaan seperti yang diajukan oleh Presiden Amreika J. F Kennedy patut kita ubah, yaitu: ”What’s wrong with Indonesian classroom?” Ini adalah pertanyaan yang tidak tabu diterapkan bagi fenomena pendidikan kita. Karena sejatinya inilah yang menjadi inti pendidikan kita. Inilah yang menentukan mutu lulusan yang akan menjadi tulang punggung bangsa dan negara ke depan. Biarkanlah guru menjadi pendidik dan bukan administrator.
*(Ketua PGRI Kabupaen Karangasem, Guru SMPN 1 Abang).